Popular Posts

-

Labels

Translate ke Bahasa yang Lainnya

Komentar Lewat Facebook

Buku Tamu

Eka Arief Setyawan. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Eka Bicara Politik (2-Habis) : Why We Should Be Democratic? (Plus Minus Sistem Demokrasi)

Demokrasi itu layaknya saling bersamaan memindahkan batu terjal yang menutupi jalan, jadi saling bekerjasama dan berperan


Kenapa banyak sekali korupsi di dunia terutama di negeri yang kita cintai ini?
Jawabannya ada 2 : Kalau tidak karena kurang tegasnya seorang pimpinan atas anak buahnya ya karena kesalahan penataan dalam menjalankan sebuah 'Demokrasi'. 

Sebentar... Sebentar... Sebelum kita akan membahas jauh mengenai hal diatas. Apa sih sebenarnya demokrasi itu? Sebuah paham atau asas yang sangat melekat kuat dalam sistem kenegaraan republik kita pasca reformasi, dimana Demokrasi ini sangat sering sekali terdengar jelas di telinga kita yang berhubungan erat dengan masalah di tanah air tentunya. Kenapa kita harus jadi demokratis?

Jadi, demokrasi adalah sebuah tatanan atau sistem yang diwujudkan atau digerakkan di suatu negara dimana sistem ini menjunjung tinggi peran rakyat. Atau istilah terkenalnya ala Abraham Lincoln yaitu : "dari Rakyat, oleh Rakyat, untuk Rakyat". Jadi dimana rakyat memilih pemimpin atau wakilnya, disitulah juga mereka akan merasakan kinerja para pemimpin atau wakilnya entah menjadi semakin baik atau malah menjadi semakin hancur kualitas negaranya.

Saya bersama (bakal) (calon) Ibu Negara Raisa hihihi *amin* *tapi kayaknya gak mungkin* :D

Demokrasi bukanlah suatu sistem yang mudah diterapkan di suatu negara karena ada beberapa sebab, yaitu banyaknya jumlah penduduk, dan bagian bagian negara yang terpecah pecah. Demokrasi itu membutuhkan koordinasi yang solid, membutuhkan kinerja yang tangguh, dan juga membutuhkan pimpinan pimpinan handal dalam melaksanakan tugasnya yang telah diamanahkan oleh rakyat. 

Rakyat juga tak bisa asal memilih pemimpinnya maupun wakil wakilnya dalam melaksanakan tugas negara yang notabene cukup berat, seperti membuat undang undang peraturan, menetapkan berbagai kebijakan akan negaranya dan berhubungan di dalam dan luar negeri alias dengan negara lain. 

Apalagi dengan calon calon pemimpinnya. Pemimpin era demokratis saat ini justru bukan lah pemimpin yang mudah, karena selalu diawasi oleh rakyat dan rawan protes serta tak semua kebijakan dapat berjalan mulus. Suatu jabatan di negara itu tidak hanya sebuah pekerjaan yang setiap bulan sekali dapat gaji besar sekaligus tunjangan tunjangan yang fantastis, bukan seperti itu! Melainkan sebuah amanah rakyat yang cukup besar dalam membawa negeri ini kemana... Makanya saya agak geram kalau tahu ada seseorang menjadikan amanah negeri sebagai pekerjaan utama untuk mencari nafkah. Jadi walikota 2 periode, terus nyalonin lagi jadi wakil walikota, terus ketika jadi terus nyalonin lagi jadi gubernur, terus ketika jadi langsung nyalonin lagi jadi wakil rakyat, hingga mati pun tetap terbelenggu dengan urusan rakyat. Kalau didasari rasa amanah sih nggak masalah, yang jadi masalah kalau rata rata orang seperti itu jarang sekali didasari rasa amanah dalam bekerja. 

Geliat Demokrasi sudah kita rasakan sejak tahun 1955 dimana partai partai mulai lahir sejak sang maestro nya partai lahir di negeri ini pada tahun 1928 yaitu Indische Partij nya Douwes Dekker, dll. Begitu partai lahir, anak anak pun juga lahir, maksud saya... Keuntungan dan kerugian pun juga lahir bersamaan dengan berjalannya sebuah era demokrasi politik dimana Menang dan Kalah dipertaruhkan. Beda dengan zaman kerajaan, dimana tahta kepemimpinan atau jabatan tersebut turun temurun di dalam suatu keluarga keningratan jadi tak perlu bersaing sengit, dan mereka yang awalnya bukan 'apa apa' pun bisa menjadi 'apa' yang sangat berpengaruh bagi kerajaan itu.

Suasana pemilu tahun 1955


Mengapa para calon pemimpin di era demokrasi makin agresif dan menghalalkan segala cara guna mendapatkan apa yang dia mau? Kembali ke paragraf sebelumnya. Ada keuntungan dan kerugian, siapa sih yang nggak pengen kekuasaan, sebuah tahta modern dimana kita bisa memimpin rakyat sesuka hati dengan fasilitas fasilitas yang wah? Nah mereka yang berpikiran seperti kita juga tak sedikit, banyak sekali yang ingin menjadi pemimpin hingga wakil rakyat, kalian tahu sendiri kan berapa jumlah calon anggota parlemen dari DPR, DPD hingga DPRD se Indonesia, nah tidak semua bisa mendapatkan kursi itu... Sedangkan mereka semua supaya bisa mendapatkan jabatan itu harus dipilih oleh rakyat langsung, karena sistem demokrasi jadi rakyat yang memilih, dan para calon dituntut untuk bersaing dengan calon lainnya supaya rakyat bisa memilih dia, boro boro memilih, wong kenal saja kadang tidak. Nah supaya rakyat bisa mengetahui visi misi dan kenal dengan calon tersebut mereka tentu harus berkorban harta hingga nyawa atau istilah keren saat ini yaitu 'kampanye'.

Nah karena tempat jangkauan pemilih cukup luas dan banyak, jadi uang yang keluar saat kampanye pun tidak sedikit, mulai dari stiker, umbul umbul, hingga membayar relawan. Nah karena politik menang kalah, dan karena mereka sudah jelas takut kalah, maka berbagai kecurangan pun dilakukan para calon seperti politik uang, dan kampanye hitam. dan ketika sudah menang dan mendapat jabatan di pemerintahan, 'kecurangan' yang mereka lakukan pun makin menjadi. Ya sama seperti jaman Rasulullah SAW yaitu 'suatu kejahatan besar itu berawal dari kejahatan kecil'. 

Nah bentuk kecurangan pun bermacam macam, mulai dari menyalahi kewenangan jabatannya hingga melakukan korupsi. Mengapa mereka bisa melakukan seperti itu? Bisa saja ada beberapa opsi penyebab seperti berikut ini :

1. Ingin balik modal saat kampanye
Nah seperti yang sudah saya katakan tadi kalau kampanye yang para calon wakil rakyat atau pemimpin lakukan itu membutuhkan dana yang tak sedikit. Tentu ketika sudah mendapat jabatan mereka pasti bakal kepikiran buat membalikkan modal kampanye. Ya seperti misalnya ketika anda disuruh ibu membeli gula di warung yang sangat jauh jaraknya dari rumah, tentu ketika anda menuruti untuk membeli lalu kemudian memberikan gula itu kepada ibu, pasti kalian juga mengharapkan imbalan seperti misalnya uang hingga pijat kaki. Ya karena kalian tahu bahwa membeli gula di warung yang sangat jauh itu membutuhkan tenaga yang banyak saat berjalan hingga kaki terasa pegal atau yang lain. Jadi istilahnya kalian itu ingin kembali ke semula seperti sebelum disuruh beli gula itu.

Contoh korupsi yang baru baru ini menyeret Suryadharma Ali sebagai tersangka karena wewenang, jadi beliau menyelewengkan dana haji yang seharusnya sebagai Menteri Agama beliau berwenang untuk menyalurkan uang tersebut ke Dirjen Haji di Arab

2. Karena mereka berwenang
Sebagai aparat pemerintahan, mereka yang korupsi pun kebanyakan yang menduduki jabatan tertinggi di lembaga yang dihuninya. misalnya Kepala dinas hingga menteri karena semata mata mereka berwenang. Dia berwenang dalam pengajuan serta pengecekan anggaran, mengarahkan dan mengatur anak buahnya. Otomatis kalau berwenang dia pasti akan memanfaatkan kewenangan sebesar besarnya demi apa yang ia mau.

3. Karena kurang tegasnya pemimpin atau jabatan diatasnya lagi
Pemimpin atau anak buah yang korupsi biasanya karena kurangnya pengawasan dan aturan yang ketat dalam masalah penggunaan anggaran dimana mereka dapat semena mena memotong motong anggaran yang akhirnya sisa potongan itu entah kemana atau bahkan masuk ke kantong yang memotong anggaran tersebut. Intinya nulis ke laporan kalo proyek ini seharga 5 Milyar tetapi ternyata dipotong tanpa sepengetahuan siapapun jadi hanya 4 Milyar dan 1 Milyar masuk kantong pribadi.

Nah begitulah plus minus demokrasi, saya sih sebenarnya condong lebih mendukung sistem demokrasi di negeri kita tercinta Indonesia ini karena sistem inilah yang menurut saya paling adil. Jadi semuanya berperan dibandingan dengan sistem komunis, liberalis, hingga kapitalis. Sebenarnya kita bisa juga menghidupkan demokrasi tanpa ada masalah kalau beberapa pesan yang saya sampaikan seperti tegasnya pemerintah dan peraturan, serta jabatan yang didasari rasa amanah dijalankan, pasti cara bekerjanya atau kinerja terhadap negeri ini juga akan didasari rasa amanah pula atau bekerja dengan sepenuh hati. 

Jadi kita sebagai rakyat seyogyanya lebih cermat, teliti, dan kritis dalam memilih pemimpin atau wakil yang akan mewakili anda dalam membuat dan menggerakkan berbagai kebijakan untuk negeri ini, jangan sampai hak yang anda dapat malah diserobot alias 'diwakili' oleh para oknum oknum tak bertanggung jawab itu. Makanya kenapa kok saya agak kurang setuju dengan penggunaan nama 'Dewan Perwakilan Rakyat' atau lainnya yang ada tulisannya 'Perwakilan'. Jadi seolah olah mereka yang mewakili kenikmatan dan kekuasaan tetapi justru rakyat malah sebaliknya. Mending diganti jadi 'Dewan Parlemen Rakyat' itu kan lebih baik heheheh... Sekian.

Eka Arief Setyawan

(Ini adalah tulisan asli saya, hasil ketikan asli saya melalui ipad saya heuheuehu dengan beberapa sumber dan berita yang sudah saya terima. Apabila ada saran atau kritik tentang tulisan saya, bahkan komentar bisa diutarakan lewat kolom komentar di bawah ini hehehe)





< >

Tidak ada komentar:

Posting Komentar