Popular Posts

-

Labels

Translate ke Bahasa yang Lainnya

Komentar Lewat Facebook

Buku Tamu

Eka Arief Setyawan. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Pengalaman Masuk Koran


Hey teman-teman Ini Bukan Diary Season 2, berjumpa lagi deh dengan saya si Tampan yang tak pernah Makan. hheeheheheh..... INTERMEZZO... Okey teman-teman, saya akan menceritakan tentang pengalaman masuk koran, ada macam-macam koran yang pernah memampang wajahku ini! Mari dilihat yukkk!!!

PENGALAMAN MASUK KORAN

Pada waktu itu, Aku kan paling sering jelajah-jelajah dengan menaiki sepeda kesayanganku. Ada salah satu pertanyaan yang mungkin sulit dijawab kedua Orang Tuaku, Keluargaku, ataupun temanku. Bahkan Tetanggaku aja nggak tau! Pertanyaan sulit itu menancap di benakku. "Gimana sih proses pembuatan KORAN!". Singkat dan Padat soalnya tetapi panjang dan susah jawabannya bagi Orang Awam sepertiku, kalau Wartawan atau Reporter sih masih bisa tahu, tetapi yang jadi masalah tuh di kampungku nggak ada Wartawan ataupun Reporter.....!!!

Setelah kupikir-pikir, masih bingung, gimana ya caranya supaya bisa menjawab soal tersebut. Akhirnya Ide terbang dan lepas landas di otakku (ada ada aja) yaitu dengan memanfaatkan sepeda kesayanganku ini. Aku kan paling sering sepedaan Sidoarjo-Surabaya ataupun Surabaya-Sidoarjo (dibolak-balik tetap sama). Akhirnya lanjut dan cabuuutttt!!!!

1. Pengalaman Singkat Masuk Koran Jawa Pos

Pada waktu itu. Aku kan mengikuti lomba di GOCI Mall dalam memeriahkan acara INDOPHEX '10, (untuk membaca kisahnya klik Pengalamanku dan Yang Tersisa di acara INDOPHEX '10). Nah, saat perlombaan dimulai. Ada salah satu wartawan Jawa Pos yang bernama Kak Mawar Astari (jadi promosi nih). Beliau bertanya kepada Panitia kapan bisa wawancara dengan Peserta lomba maupun Panitia. Aku sempat mendengarnya tetapi diam saja. Setelah lomba dimulai dan selesai. Tiba-tiba saja Aku kedatangan Kak Mawar tadi dan langsung bertanya-anya tentang Aku alias Wawancara. Aku ditanya panjang lebar dan kujawab dengan amat sangat panjang lebar, tentang kehidupanku, hobi filateli dan melukisku, dan lain sebagainya. Setelah blablabla Akhirnya Aku difoto dengan seorang Fotografer Jawa Pos juga yang bernama Guslan Gumilang. Aku senang banget bisa diwawancarai dan difoto oleh Beliau-beliau ini. Setelah itu pengumuman juara dan ternyata Aku yang juara pertama, Wah... Alhamdulillah berlipat-lipat. 

Seminggu kemudian Aku baru tahu dari Kepala Sekolahku bahwa Aku masuk koran. Jeng-Jeng.....

 Potongan Koran yang menunjukkan bahwa Aku Masuk Koran

2. Pengalaman Singkat Masuk Koran Bhirawa

Pengalaman ini terjadi pada tanggal 21 Juni, dimana Aku bersepeda dari Sidoarjo ke Surabaya untuk ingin tahu dimanakah Tempat produksi media cetak di Surabaya. Aku tahu Harian Bhirawa dari Perpustakaan Daerah Surabaya, Nah... Kupelototi alamat Redaksinya ternyata di darah Bubutan sana. Akhirnya saat waktu telah senggang, Aku cabut ke Surabaya. Awalnya Aku datang ke Perusahaan majalah Panjebar Semangat di daerah Bubutan sana. Aku banyak belajar dan bertanya-tanya tentang bagaimana cara pembuatan Majalah dan lain sebagainya hingga tertidur disana (saking ngantuknya dan capeknya). Setelah bangun, "Lho kok sudah sore!". Aku langsung ingin bergegas pulang, tetapi apa daya. Oleh Karyawannya malah disuruh makan, nggak papa lah! Rejeki! Setelah makan dan lainnya. Aku langsung bergegas pulang, tetapi... Oh iya, Harian Bhirawanya belum didatangi, lalu Aku mendatangi Perusahaan tersebut yang letaknya berdekatan dengan Majalah Panjebar Semangat. Disana Aku disambut meriah oleh Para Wartawan dan Karyawannya. Disana Aku banyak belajar dan banyak unjuk kebolehanku yaitu menggambar. Wih... setelah bersenang-senang hingga jam 23.00 WIB wow.... Akhirnya Aku pulang diantar oleh Bu Nawang selaku Pemimpin Redaksi yang kebetlan Rumahnya searah dengan Aku di Sidoarjo. 
Keesokan harinya, Harian Bhirawa muncul di Pasaran dengan Berita tentang Aku di sampul bagian bawah... Jeng-jeng.... Ini beritanya!!!

Mengayuh Sepeda Angin Sejauh 20 KM, Hanya Ingin Tahu Dapur Bhirawa

E-mailPrintPDF
                                                      Eka Arief Setyawan, Siswa SMP 1 Buduran
Surabaya, Bhirawa
Tak ada angin tak ada hujan, redaksi Harian Bhirawa tiba-tiba kedatangan tamu "kehormatan". Seorang bocah kecil berperawakan kurus. Meski kecil, namuin ia yang memiliki segudang cita-cita.  Eka Arief Setyawan, begitu nama lengkapnya. adalah seorang siswa SMPN 1 Buduran.
Eka, begitu ia biasa dipanggil, mengayuh sepeda onthel sejauh 20 km dari tempat kosnya di kawasan Wadungasih-Buduran Sidoarjo, menuju Surabaya. Keberangkatannya, karena hanya penasaran ingin melihat redaksi Harian Bhirawa. "Saya sering baca Bhirawa di Perpusda Sidoarjo," kata Eka.
Saat ditanya alasannya, Eka yang berkulit sawong matang ini, dengan polos menjawab, "Saya hanya ingin melihat redaksi dan cara kerjanya membuat koran," kata anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Suradi-Husnul Khotimah, yang mendatangi kantor redaksi Harian Bhirawa di Jalan Pengenal 5 Surabaya.
Sungguh jawaban yang diluar kebiasaan anak-anak seusianya, yang baru berumur 13 tahun. Namun itulah Eka. Ia memang memiliki hobi mendatangi media-media cetak di Surabaya. Bahkan sebelum datang ke Bhirawa, ia mengaku pernah datang ke majalah Mentari, Posmo, Zigma, Penyebar Semangat, Harian Bangsa, dan terakhir ke Harian Bhirawa.
Ia pun mengaku, pernah datang ke redaksi Jawa Pos dan Surya. Tapi ditolak, karena harus memiliki izin resmi jika ingin datang ke redaksi dua media tersebut. "Saya boleh kesana, tapi harus membuat proposal. Akhirnya nggak jadi," ujar penghobi menulis dan melukis ini.
Dengan mendatangi kantor-kantor media tersebut, Eka mengaku, ingin mengetahui dan mempelajari bagaimana membuat koran atau majalah. Sebab, kelak jika ia sudah dewasa ingin bekerja di media, baik menjadi wartawannya, atau pun jadi layout-nya.
"Saya memiliki banyak cita-cita. Ingin jadi seniman, pelukis, penulis, layout, dan arsitek. Pokoknya ingin saya coba semua," ungkapnya eksprersi lugunya.
Khusus untuk hoby melukis, ia mengaku mulai mencintai dunia lukis sejak duduk dibangku taman kanak-kanak. Hobinya mulai terasah saat mengenal Rianto, salah seorang guru gambar di sekolahnya. Sudah banyak corat-coretan penanya. Dan yang paling banyak adalah karikatur, dan komik yang berbau politik. Mantan Presiden Soeharto, BJ Habbie, SBY, tokoh-tokoh lain hingga guru melukisnya, pernah menjadi inspirasi dalam menuangkan hobinya.
Rencananya, November mendatang ia akan menggelar pameran lukisan tunggal di gedung eks Musium Empu Tantular Surabaya. "Saya diberikan wadah untuk mengekspresikan diri oleh teman-teman Komunitas Arek Musium," jelasnya.
Terlepas dari hobinya, kehidupan Eka sehari-hari sungguh memperihatinkan. Karena anak sekecil itu harus hidup sendiri di Buduran. Ia mengaku tinggal di kos, dekat sekolahnya. Suradi, ayahnya kini kerja di Paiton Probolinggo sebagai tenaga kasar. Sedangkan ibunya, tinggal di Jalan Semarang, Surabaya. Namun suratan hidupnya, tak menyurutkan dia dalam meraih nilai bagus. Pada semester satu, Eka termasuk siswa yang cukup pintar, ia masuk sepuluh besar.
''Bapak dan ibu saya, sudah terpisah. Sehingga saya harus kos. Karena kebaikan dari ibu kos, saya digratiskan untuk tidurnya. Cuma bayar makannya saja, itupun bayarnya nunggu bapak saya datang. Kalau bapak datangnya dua minggu, ya baru dua minggu kemudian dibayar. Kalau satu bulan, ya baru satu bulan kemudian dibayar,'' katanya.
Eka tampaknya tak seberuntung teman sebayanya.  Hubungan ibu dan ayahnya tak harmonis lagi. Ini terlihat dari ungkapan ibunya yang mengizinkan ayahnya menikah lagi. "Saya nggak tahu ibu dengan bapak sudah cerai atau tidak. Tapi ibu pernah bilang mengizinkan ayah menikah lagi," jelasnya.
Untuk kebutuhan sehari-hari, Eka mengaku dikirim uang ayahnya seminggu antara Rp 10 ribu-hingga 20 ribu.  "Alhamdulillah selama ini banyak orang yang peduli saya, tapi saya tidak pernah minta," katanya tanpa bermaksud mencari simpati. [iib]

2. Pengalaman Singkat Masuk Harian Bangsa

Pada Waktu itu, Di pertengahan 2010. Aku ingin berkunjung ke sebuah perusahaan koran. Awalnya, saat pada malam hari, Aku dan tetanggaku lagi asyik-asyiknya main di Masjid. Tiba-tiba saja ada seorang loper koran yang berteriak kencang sekali dan berkata. "Pocong...Pocong... Di Gedangan...Di Gedangan...". Semua teman-temanku langsung kaget dan bertanya-tanya. "Hah, pocong???" "Hah, Copong???". Hingga ada salah satu tetanggaku yang membeli koran tersebut karena saking penasarannya. Setelah tetanggaku membelinya, lalu anak-anak rebutan koran tersebut karena penasaran yang semakin memuncak. Akhirnya, tetanggaku yang membeli koran tersebut menyuruhnya membaca bergantian. 

Ternyata isi koran tersebut adalah sebuah penampakan pocong yang bergentayangan di pembatas antara Buduran dan Gedangan. Banyak Tetanggaku yang percaya, tetapi juga ada yang tidak percaya. Keesokan harinya, koran tersebut kupelototi alamat redaksinya, ternyata berada di Surabaya, di Graha Pena. Akhirnya dengan rasa penasarku yang memuncak (bukan penasar pocongnya tetapi penasaran tempat redaksinya. Cabut dah diriku dengan menggunakan sepeda kesayanganku. Satu jam kemudian Aku sampai di Graha Pena Surabaya. Kunaiki Lift dengan rasa gemetaran, kucari kantor redaksinya dengan bingung. Beberapa menit kemudian Aku menemukan kantornya yang letaknya paling pojok sendiri. Lalu Aku masuk dan bertemu dengan seorang Karyawan Wanita. Wanita itu bertanya padaku apa yang dilakukannya disini. Lalu aku jawab panjang lebar, diwawancarai panjang lebar dan selebar-lebarnya. Setelah itu Karyawan tersebut bilang bahwa kalau siang hari Para Reporternya masih di Lapangan (Ngapain di Lapangan? Maksudnya di tempat kerja mewawancarai orang). Lalu Aku keluar dan disuruh datang kembali ke kantor jam 4 sore atau malam, ya sudah... Ku turuti saja.

Letak Kantor Redaksi Harian Bangsa di Graha Pena


Waktu siang yang luang kumanfaatkan untuk jalan-jalan keliling Surabaya hingga malam tiba. Aku kembali lagi ke kantor Harian Bangsa dan kulihat banyak sekali Wartawan yang bersenda gurau maupun kerja mengetik, ataupun menyusun iklan dan lay out. Ada seorang wartawan yang khusus mistik (Takuuuutttt!!!). Beliau lah yang memberitakan tentang pocong kemarin dan membuat Tetanggaku takut semua. Aku diwawancarai layaknya seorang Narasumber kawakan (gaya mode: on). 

Oh tidak, Aku tidak dapat berlama-lama disitu karena waktu telah menunjukkan pukul 8 malam, belum sampai Sidoarjonya jam berapa? paling ya jam 9 malam. Aku pamit kepada wartawan semua dan pulang ke rumah, saat mau pulang. Eh, dapat sangu. Alhamdulillah... Satu jam kemudian Aku sampai di Rumah dan selamat sampai tujuan.

Satu minggu kemudian saat di sekolah, tiba-tiba saja Aku kaget karena ada seorang temanku yang bilang. "Ka, kamu masuk koran harian bangsa ya?". Aku bingung sejenak dan bertanya pada diriku sendiri. Kapan emangnya Aku masuk koran, ke kantor redaksinya sih iya tepi kalau masuk korannya sih Aku nggak tau. Lalu Aku menyuruh temanku untuk membawa koran tersebut besok.

Keesokan harinya, temanku menyodorkan koran Harian Bangsa ke diriku. Dan ternyata BENAR!!! Aku masuk koran. Wihhh... nggak nyangka sekali bisa masuk koran padahal yang masuk koran ini nggak tau malahan orang lain yang tau. Lucu ya pengalamanku. Oh iya, contoh berita Harian Bangsa tidak bisa dimuat karena ketiadaan Barang Bukti. Terima kasih.....

Gimana tadi pengalamanku, seru kan! Ya sudah. Aku berhenti sampai disini, baca IBD edisi lainnya ya!
Semoga Posting ini Bermanfaat.
< >

Tidak ada komentar:

Posting Komentar